PETANG MEMBENTANG

Petang Yang Membentang 

L
angit yang menampakan diri dalam keindahannya, riang tawa sang pujangga dengan gadget digenggamannya, lapuk sudah yang menumpuknya problematika tersingkir dengan begitu seketika. Mulai membuat kemalut keindahan hati dalam terang tatapan yang tertuju pada petang yang datang dengan automatisnya, sehingga tak disadari lagi hari telah berganti malam. Akan tampak lebih indah dan tenang jika ditambahkan dengan sedikit hisapan kretek dan segelas kopi petang. Berganti pada sendu yang tak terkira di kerumitan konsepsi tentang konstitusi, membuat padanan yang berbeda dalam perasaan, anak riang mundar mandir di pinggiran beberapa petak pesawahan yang lama tak terpakai, yang juga memberikan kesan berbeda dalam petang yang datang dan berganti kepada hampir gelapnya.
Indah sudah dilewati, yang sejenak terlupakan dalam keringnya obrolan setelah makan habis nasinya. Seolah begitu pegalnya memancing seekor binatang berlendir ditubuhnya, hilang dan tidak terasa ketika kapasitas dalam perut sudah terpenuhi. Teriak riang bertebaran dalam nyanyian sebuah angan gadget yang digenggam, bersama kamera depan yang menyoroti  wajah yang dikemas dengan keindahan manipulasi dan rekayasa. Akan membuat lebih tenang jika petang yang datang di halaman belakang, dengan pancingan ditangan bersama sebuah video dari sebuah aplikasi karaoke kakinian (Smule). Orang lain yang ditertawakan sambil mata sebagian meirik pada pandangan gadis yang sedang mengalirkan air di seluruh tubuhnya, sejenak pemikiran yang memberikan kesan lucu dengan kesan tak menghidupkan kebersihan konsepsi terhadap objek pemandangan yang seolah vulgar.
Bukan bermaksud memberi terang upaya petang yang datang, dan beriringan suara bergelombang lafadz shalawat berkumandang yang disertai suara adzan berkelumit di telinga pendengar, dengan posisi kaki yang ditumpangkan kepada kaki, sambil hisapan kretek di halaman belakang untuk menghiasi dalam menyambut petang yang datang meskipun hendak berganti gelap. Lampu halaman belakang dilupakannya untuk dinyalakan, juga menambah kegelapan petang untuk pergi dengan sendirinya, seakan tidak mendukung keindahan petang, wajah yang memiliki raut dan mimik kegelisahan demi suatu taget dan misi yang hendak capai, dengan upaya pemikiran konsepsi yang melilit neuron dikepala.
Tidak dihiraukannya sang penghisap darah manusia di halaman belakang wisma, disebabkan sebuah paradoksial yang berkecamuk dan terluapkan oleh ucapan yang penuh perasaan gundah gulana, tidak dipahami memang, juga bukan untuk dipahami kala petang yang berlalu tanpa alasan yang sama. Berkandangnya untuk masuk ruangan sunyi yang dihiasi oleh suara binatang yang hendak menyambut datangnya malam, dan bukan tanpa alasan jika catatan ini terbuat dari sesuatu yang dihasilkan dari duduk manis dengan posisi setengah badan terlentang, di mana jari-jari tangan mulai merayap pada keyboard sebuah notebook milik kawan.

Sulit memang sulit menghentikan petang yang datang tanpa undangan, dan pergi tanpa berpamitan hingga Tuhan menentukan malam untuk menggantikannya, satu momentumyang terlewatkan untuk bisa dilupakan dalam luapan emosional tingkat reinkarnasi nyawa berwujud angin. Sudahlah, malam tak bisa dihindari, petang indah takan terjadi seperti halnya petang yang datang pada kali ini. (**ATH)

Komentar