|
B
|
arangkali suatu kata
yang berhubungan erat dengan kata licin adalah belut, kenapa bisa? Ya, memang
benar jika halnya kata licin dihubungkan dengan Belut, karena memang binatang
yang memiliki kandungan lendir yang cukup banyak yaitu belut. Akan tetapi
terdapat makna yang juga berhubungan dengan kata licin, yaitu sabun, tanah
basah, lantai basah, dan lain sebagainya, dan sebuah kebetulan beberapa hal
yang berhubungan dengan kata licin tersebut sangat erat kaitannya, bahkan
ucapan juga dapat berhubungan dengan kata licin, dan sudah banyak terbukti
dengan ucapan yang licin banyak sekali seseorang yang diidamkan terpeleset
hatinya. Sangat ambigu sekali kata licin itu, jika kita salah membawa pisau
analisis, maka pisau dapurlah yang kita bawa, sehingga hati orang lain dapat
terluka. Merupakan suatu keniscayaan bagi kita untuk menggunakan berbagai pisau
analisis agar tidak salah persepsi.
Kata
licin yang sudah tidak menjadi barang tabu bagi setiap orang, barangkali tidak
berpengaruh apa-apa kepada seseorang yang mendengar. Berbeda hal ketika
seseorang memiliki filosofi lain dengan kata licin tersebut, bahkan lebih jauh
tak terpikirkan oleh seseorang terhadap belut. Belut memang memiliki kadar
kelicinan yang luar biasa, dengan demikian membutuhkan tehnik dan upaya yang
luar biasa untuk bisa menggenggam seekor belut. Terdapat hal yang menarik dari
filosofi belut ini, selain tingkat kadar licin yang dimiliki belut, pernahkah
kita memikirkan pola hidup dan menajerial kehidupan belut? Tentu hal yang
sangat konyol untuk memikirkan binatang sekelas belut bagi para akademisi, yang
bangga mengemban identitas kemahasiswaan.
Belut
merupakan binatang yang menarik untuk kita bicarakan, bagi kita sekelas
akademisi dan aktivist organisasi. Hewan
yang tubuhnya berlendir ini memang tidak berpengaruh bagi pergolakan ideologi,
mungkin hanya menjadi sebuah peristilahan urgensinya dalam pergolakan politik,
sehingga tidak pelak lagi kita akan menemukan istilah politik belut. Politik
belut dapat kita cocokan dengan cocokologi dan filantropi belut, adalah istilah
yang sangat tepat jika seseorang yang sulit untuk dikuasai meskipun sudah kita
pegang, begitu juga nilai dan kandungan gizi yang terdapat di dalam tubuh belut
itu sendiri sangat tinggi, yang berakibat pada persaingan harga pasar dalam
dunia bisnis, bisa kita buktikan dengan melihat nilai jual belut di dalam pasar
internasional yang melebihi harga ayam potong dan lauk pauk di pasar. Betul
halnya bagi orang yang paham akan kandungan gizi dan nilai jual di pasar, akan
memandang belut sebagai bagian dari kudapan makanan serta barang yang dijual
dengan kelas yang di atas garis menengah.
Terdapat
seseorang yang memandang belut sebagai binatang yang dimuliakan, entah apa yang
dijadikan berarti mulia. Apakah memandang dari segi segment pasar yang siap
bersaing dengan harga internasional, apakah karena memang hanya sebuah ucapan
semata untuk menghibur hati. Akan berbeda halnya jika kita berasumsi pada suatu
konotasi pemuliaan belut karena kelincahan dalam menghindari hegemoni seseorang,
dengan menggunakan daya licin tingkat tinggi yang dihasilkan dari kandungan
lendir yang dimilikinya.
Dalam
tatanan kehidupan nyata sudah tidak lagi tabu jika kita menemukan terdapat
seseorang yang memiliki keahlian menghindar seperti belut. Sama halnya apabila
di dalam suatu perhimpunan organisasi terdapat seseorang yang berkedapatan
memiliki keahlian tersebut. Sungguh begitu lihainya memainkan peranannya itu
untuk mencari dan mengamankan posisinya agar tidak menjadi bagian dari masalah,
sehingga kamuflase yang dilakukan dengan cara berafiliasi kedalam hirarki
tingkat bawah. Akan tetapi seseorang tersebut tetap akan menjadi bagian masalah
tersebut, jika kehlian retorika dan intelektualnya salah menempatkan posisinya.
Akan
begitu berat jika harus tidak melibatkan seseorang yang berkeahlian seperti
belut ini dalam sebuah tatanan kehidupan berhimpun, karena bisa menjadi suatu
tindakan yang mengandung unsur dan asas penggoresan hati dan perasaan, sehingga
berakibat pada proses dan pola pergerakan. Bukan berarti hanya untuk
mementingkan kehidupan pribadi, tapi lihatlah obsesi yang dimilikinya dan
ambisi yang membabi buta dalam tindakannya. Merupakan ketidak singkronan dalam
melakukan suatu pergerakan, karena untuk menempuh jalan pergerakan harus
sinergis antara satu unsur bagian dengan beberapa unsur bagian tersebut.
Jikahal itu tidak ditempuh, jangan apabila terjadi kekacauan luar biasa, dan
berimplikasi kepada ruang aktualisasi yang salah. Dalam kehidupan yang
berkeahlian, tentu sehebat seseorang memiliki blank zone (zona kabur), dan untuk melengkapi serta menutupi blank zone tersebut, dengan cara
partner, akan tetapi jika terdapat kesalahan dalam memilih dan menentukan
partner, jangan harap kedamaian ditemuinya.
Dari
beberapa catatan diatas yang kacaunya luar biasa, dapat kita simpulkan
selicin-licinnya belut maka akan terkait dalam kail pancingan juga, dengan
demikian upaya untuk muhasabah diri dalam kemalut pergolakan pemikiran kacau
dengan dimensi lain. Tulisan tak bermakna ini memang tidak menggunakan beberapa
teori impor (platonisme, nitczhean, maupun aristotelian), juga tidak
menggunakan analisis sosial (seperti Jalaludin Rakhmat) serta analisis SWOT
(Streng, Wrong, Opertunis, dan Threatment) yang biasa aktivist lakukan. Dan
tulisan ini hanya sebuah manifestasi dari suatu bentuk keresahan yang
menggunung dalam benak kebenaran (Hanief). Sekalipun hanya sebuah keresahan,
terdapat suatu harapan dan seberkas sinar apabila kata Nike Ardila, untuk
membuat pola dan tatanan yang dapat dijadikan barometer dan problem solver. (**ATH)

Komentar
Posting Komentar