![]() |
| Foto Pengurus Komisariat FISPERFAKES UNMA pada saat LK I (Basic Training) melakukan gerakan celana bolong di Wisma PGRI Pandeglang |
Untuk dapat dikatakan sebagai
agama adalah dengan memenuhi beberapa kriteria, dan unsur yang harus dipenuhi,
diantaranya adanya Tuhan, Kitab, Nabi/ulama, serta pengikut. Jika salah satu
diantaranya tidak terpenuhi, maka tidak dapat disebut agama, hanya saja dalam
hal ini mazhab fisperfakes yang memiliki paham yang berbeda dengan paham pada
umumnya.
Para ulama mujtahid penganut
mazhab fisperfakes berijtihad dalam menentukan ciri khas untuk struktur pada
rezim atau kekhalifahan Rizki Hendrian, salah satu diantaranya memiliki khas
dalam busana serta perilaku yang unik dan berbeda. Mazhab HMI Komisariat fisperfakes
ini beriman kepada Tuhan yang maha keren yaitu Allah SWT, memiliki Nabi yang
Kece akan kepribadiannya, pola tingkah, laku, ucapan, serta keputusan atau
ketetapannya yaitu Nabi Muhammad SAW, menjadikan Mushaf Utsmani atau yang lebih
dikenal dengan Al-Quran sebagai Konstitusi yang perlu diimani.
Sedikit aneh memang dengan
kekhalifahan Bani Rizqiah ini, bahkkan sudah banyak yang menyebutkan aneh
kepada penganut serta ulama mazhab HMI Komisariat fisperfakes. Selain perilaku
yang selalu tabu, juga berpikiran yang tidak kunjung dapat ditebak seperti
halnya ikan belut yang sulit untuk digenggam.
Bukan tanpa alasan mengapa pada mazhab ini menganut celana bolong, justru dengan memakai busana yang secara empiris anarkis dan tidak sopan, menjadi suatu bentuk motivasi tersendiri para penganutnya dalam berproses di HMI Komisariat Fisperfakes. Dengan menggunakan celana yang tidak beretika ini para penganutnya dituntut untuk mempertanggung jawabkan fatwa “Penampilan boleh tidak disiplin, tapi otak harus disiplin”, dan “segala sesuatu itu diperbolehkan, hanya satu yang tidak yaitu bodoh/bego”, demikian pemikiran para penganut mazhab ini menjadikan fatwa tersebut sebagai aksioma yang tidak perlu ada gugatan atau interupsi.
Celana bolong, sobek, memang menggambarkan ketidak sopanan, akan lebih tidak sopan lagi jika isi otaknya tidak terstruktur secara sistematis, metodis dan realistis. Tidak demikian penilaian yang seharusnya dilontarkan bagi orang yang bijaksana sejak dalam pemikiran seperti apa yang dikemukakan oleh Sastrawan Pramudya AT. Mazhab HMI komisariat fisperfakes ini memperbolehkan bukan mewajibkan, untuk memakai busana compang camping atau caruk marut, hanya saja hendak mengingat fatwa di atas dan dapat mempertanggung jawabkannya.
Kemudian, satu dari sekian banyak perilaku aneh penganut mazhab ini yaitu menggunakan paham Belutologisme, tentu tidak serta merta paham ini dijadikan ijtihad, akan tetapi melalui beberapa analisis serta beberapa pendekatan yang digunakan untuk melihat relevansinya dengan perilaku para penganut mazhab ini. Belutologisme ini bukan saja dipahami untuk dijadikan paham atau acuan, akan tetapi memiliki filosofi yang cukup universal jika dikaji secara komprehensif.
Belutologisme ini diambil dari salahsatu nama binatang perairan yang tinggal di dalam tanah daerah pesawahan dan orang-orang menyebutnya “galengan”, hewan ini pula memiliki kapasitas lendir yang cukup tinggi di seluruh tubuhnya sehingga mengakibatkan begitu licinnya jika dipegang, hewan ini akan keluar mencari makanan tatkala hari sudah gelap (Malam), dan selalu bersembunyi di dalam tanah jika tangah hari. Jika dilihat secara gramatikal, kata belutologisme terbagi kedalam tiga kata yaitu “belut”, “Logi” (ilmu) dan “isme” (paham), dapat dikatakan bahwa belutologisme dapat diejawantahkan sebagai ilmu tentang seni dan tehnik belut mengamankan dirinya dari gangguan.
Pada akhirnya hewan ini memiliki karakter yang cukup relevan dengan para penganut ulama dan mujtahid mazhab HMI Kom. Fisperfakes yang lihay dalam berperan untuk memenuhi kapasitasnya sebagai makhluk Tuhan Maha Keren juga kader HMI demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Demikian beberapa fatwa yang
dikemukakan oleh alim ulama dan mujtahid mazhab Belutologisme, semoga pembaca
yang budiman tidak terdoktrin oleh mazhab ini, justru akan menimbulkan sebuah
pertanyaan apa korelasi antara celana bolong dengan belutologisme? Apakah belut
memakai celana bolong? Atau bagaimana?. Perlu diketahui bersama jema’ah Mazhab
Belutologisme yang baik, di atas sudah dikemukakan bahwa celana bolong tersebut
hanya sebuah stigma yang tertanam pada jiwa penganut, jema’ah, ‘alim ulama
serta mujtahid mazhab belutologisme atas fatwa-fatwanya, yang apabila tidak
mampu mempertanggungg jawabkan penilaian yang didapatkan dari orang lain, maka
pakailah teknik atau metodologi belutologisme.
Meyakini bahwa tujuan ini dapat dicapai atas taufiq serta hidayah-Nya. Bukalah pakaianmu wahai kebenaran, berdansalah dengan kami ! satu pesan terakhit yang perlu disampaikan yaitu JANGAN LUPA BAHAGIA dan larangan keras untuk BAPER. (**ATH)

Komentar
Posting Komentar