![]() |
| Foto di puncak pulosari para kaum tuna asmara |
Mahasiswa merupakan aktor dan garda terdepan dalam perubahan, dalam penanggulangan kesenjangan sosial, karena jika kita melihat beberapa peran dan fungsi mahasiswa diantaranya "Agent of Change" (Agen perubahan), "Agent of Social Control" (agen kontrol sosial). kepedulian terhadap perubahan dan tatanan masyarakat yang memerlukan perhatian, nampaknya akan menjadi relevan (sesuai) dengan tugas, peran dan fungsi sebagai mahasiswa yang begitu melekat. tidak demikian jika terdapat dan bahkan mendominasi mahasiswa yang apatis terhadap perubahan dan nilai-nilai sosial kontrol, tak jarang ditemui istilah Kuliah Pulang-Kuliah Pulang (Kupu-kupu), Kuliah dandan-kuliah dandan (Kuda-kuda), bahkan Kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat).
Pemanfaatan kampus sebagai wahana intelektual yang kentara akan perbendaharaan literatur, justru tidak tercermin pada mahasiswanya yang lebih menjadikan kampus sebagai ladang kosmologi percaperan, perbaperan dan kontestasi fashionable. ini membuktikan bahwa perlu adanya reorientasi dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi, memahami urgensi minat membaca, berdiskusi terlebih berorganisasi masih tergolong pada taraf minoritas. Terdapat suatu bentuk kerangka berfiikir juga untuk membantah asumsi tadi, justru dengan menyatakan sikap apatis terhadap yang demikian lebih mempercepat lulus dan menempuh jenjang karier yang lebih baik. terdapat nilai yang esensial sekali apabila kita melihat paradigma kritis di atas, yaitu dengan menyatakan bahwa, menjadi mahasiswa yang memiliki karakter bernilai lebih dari mahasiswa pada umumnya, atau yang lebih akrab disebut dengan mahasiswa yang memiliki surplus value/value edied dalam bahasa ekonomi.
Lantas, epistemologi dan prinsip keilmuan yang paling urgent untuk menjawab tantangan zaman, harus seperti apa? beberapa peristilahan yang paling familiyar di telinga kita adalah "memiliki pembeda yang bernilai lebih" atau dalam bahasa aktivist disebut dengan mahasiswa ideal, pun halnya dalam prinsip mencari kebenaran yang diketahui bersama bahwa "boleh salah tapi tidak boleh bohong". juga tidak berarti lebih dalaim peristilahan "meskipun penampilan tidak disiplin, minimal otak disiplin". Dengan demikian, dapat ditarik satu bentuk sintesis, untuk menjadi mahasiswa yang mumpuni akan keilmuan, dedikasi dan perilakunya (qauliyah, fi'liyah)-nya, adalah memiliki ciri yang berbeda serta berkarakter dalam pola pikir, pola tingkah, dan pola laku yang tentunya terdapat nilai dan karakter.
Untuk menciptakan dan menumbuhkan karakteristik manajerial, serta minat akan berdedikasi tinggi dalam tatanan masyarakat, baik umat dan bangsa maka dibutuhkan sentuhan pendidikan serta penanaman kepribadian tersebut dalam ranah personality (perorangan) mahasiswa. Jika kita hanya mengandalkan pendidikan dalam bangku kuliah, barangkali tidak lebih dari sekedar melamun, bahkan lebih tepatnya dikatakan hanya untuk komoditas pemenuhan absensi, tapi tidak mendapatkan sentuhan pendidikan karakter. Merupakan fakta dan data yang begitu otentik bahwa bukan sekedar asumsi, apabila mahasiswa yang berorganisasi lebih memiliki karakter, terlepas itu karakter dalam manajerial, kepekaan sosial, keilmuan, retorika, bahkan mental yang lebih revolusioner dan nasionalis agamis.
Bukan sekedar berorganisasi juga dapat berimplikasi pada pola tingkah dan pola pikir yang lebih berkarakter, bahkan disegani pada ruang lingkup pergaulan dan lingkar diskusi baik di kelas maupun di luar kelas, orang organisasi cenderung memiliki pemikat dalam argumentasi, retorika bahkan referensi, logika tersebut sudah menjadi padat dan final tidak bisa tidak untuk dapat diubah. akan berbeda pula jika hal tersebut hanya dilakukan dengan cara berproses yang tanggung, berorganisasi yang hanya sekedar mengikuti rapat saja, itupun sudah lebih baik daripada tidak berorganisasi sama sekali.
Dalam setiap organisasi tentunya memiliki ciri khusus yang melekat, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah tempat saya ditempa dan memberikan proses yang paling berbeda dalam ranah keilmuan (akademik), Nasionalis (kebangsaan), agamis (keumatan), tapi terkadang sedikit dekonstruktif dan reaksioner. HMI memberikan suatu bentuk proses perkaderan yang paling ketat dibandingkan dengan organisasi lain, organisasi yang menekankan pada prinsip keilmuan (ekonomi, agama, sosial, budaya, hukum), dan sosial kontrol yang signifiikan dan relevan dengan konteks sekarang, tentu bukan berarti apolitik.
Perkaderan HMI pun memberikan sentuhan karakter pada setiap kadernya, sehingga tak jarang ditemui para kader HMI memiliki gaya tata bahasa (gramatical) berbeda dalam dunia retorika, menggunakan pisau analisis yang tajam, serta universal dalam memberikan kerangka berfikir yang didukung oleh literatur yang relevan dan kontekstual, kader HMI yang memiliki berbagai karakter juga memberikan warna tersendiri dalam ranah falsafah pelangi perkaderan serta pemikiran, semakin banyak karakter semakin indah pula karakter tersebut, bahkan dapat pula membuat karakter baru.
Terdapat beberapa karakter kader HMI, yang nampak seperti atheis atas pemikirannya terlalu radikal yang apabila berbicara begitu mengakar serta dekonstruktif secara pemikiran, terdapat pula seperti politisi atas perilakunya yang cenderung selalu dibaluti oleh kepentingan baik personal maupun kolektif kolegial, adapula kader HMI yang seperti Kiayi atas perilakunya yang berpakian agamis dan tata komunikasinya yang diselipkan beberapa dalil tematik, tak jarang pula kader HMI yang berkarakter romantis atas tindakannya yang selalu caper (cari perhatian) untuk mendapatkan popularitas tinggi, adapula yang terkungkung sejarah nasionalisnya, jangan heran juga apabila menemui kader HMI yang LSM atas data pemerintahan yang selalu menemaninya di dalam tasnya.
Begitulah beberapa alasan mengapa organisasi begitu urgent, guna memenuhi janji dan tantangan zaman serta masyarakat yang meminta pengabdianm, seperti halnya pesan moral Tri Dharma perguruan tinggi, atas dasar itu peran karakter sangat berimplikasi pada kosmologi kemahasiswaan dan tentunya untuk umat dan bangsa, yakini dengan iman, usahakan dengan ilmu, dan sampaikan dengan amal, turut Quran dan Hadits itulah jalan keselamatan. Menjadi pemikir pejuang yang memikirkan perjuangkan, sekalian menajdi pejuang pemikir yang memperjuangkan pemikiran demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. (**ATH)

Komentar
Posting Komentar